Tugas Penulisa Berita
Nama : Miandhani Denniz Yuniar
NIM : 153120074
Kelas : A
Malioboro
Pusat Dagang Masyarakat Yogyakarta
Malioboro Penuh Sampah
YOGYA (SUN) – Kamis, 15 Mei 2014 dipenuhi banyak
pengunjung di hari libur, kawasan malioboro dimulai dari stasiun Tugu sampai
nol kilometer, malioboro adalah tempat pariwisata sekaligus jantung kota
Jogjakarta banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan disana baik itu menjual
baju pantai, aksesoris, sepatu, tas dll. Wisatawan asing sering mengunjungi
tempat ini dan itu menjadi pemasukan besar bagi para pedagang.
Dari
arah stasiun Tugu menuju Malioboro adalah tempat parker bis pariwisata biasanya
orang- orang yang sedang liburan ke malioboro menggunakan bis parker di tempat
ini di samping tempat parkir juga ada tempat jualan pinggiran seperti topi
reggae, kaos, baju yang murah- murah. Para wisatawan baik asing maupu turis
biasanya menikmati malioboro dengan berjalan kaki meskipun jalan malioboro
panjang tetapi wisatawan akan memiliki kepuasan tersendiri ketika berjalan-
jalan di malioboro.
Menelusuri
jalanan malioboro di kiri jalan terdapat gedung DPRD dan di depannya tempat
parkir motor yang berjajar dengan rapi, orang- orang yang memakirkan motornya
disitu dikenai biaya Rp 2.000,00, kebanyakan memang para wisatawan yang membawa
motor akan menitipkan motornya dan menikmati malioboro dengan berjalan kaki dan
di bahu kanan jalan ada banyak sekali becak dan andong berjejer- jejer dan
pejalan kaki berjalan di pinggiran jalan juga banyak penjual cinderamata khas
Yogyakarta mudah ditemukan disini, berbagai macam toko fashion juga banyak
ditemui di kiri jalan. Selain itu, di kanan jalan Malioboro banyak berdempetan
toko- toko batik seperti toko Teratai Indah, Batik Adikusumo, Batik Citra,
Batik Janoko, Batik & Kerajinan Adiningrat, Krish-na Batik, Batik Rafif,
Djogja Batik, Pangestu Batik. Ada tiga halte TransJogja di sepanjang Jalan
Malioboro.
Berbagai
macam Pedagang Kaki Lima (PKL) mengais uang disini berdempet- dempetan sehingga
mengganggu para pengunjung utnuk berjalan, pernah ditemui PKL berjualan makanan
di sisi jalan dan sekaligus itu adalah tempat parkir sehingga pejalan kaki
tidak memiliki ruang untuk berjalan “sumpek” semakin banyak orang yang
berjualan di Malioboro semakin tidak teratur dan tidak enak dilihat karena
mereka memaksakan keinginannya untuk berjualan di sisi jalan Malioboro tanpa
memikirkan hak para pengunjung dalam menikmati perjalannya, akan lebih baik
kalau ada aturan yang tegas untuk mengatur tata tempat PKL agar pengunjung juga
merasa nyaman ketika berjalan kaki.
Selain
pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di sisi jalan ada juga tiga toko yang
cukup besar dan banyak juga pengunjung yang berkunjung disana yaitu Matahari,
Mall Malioboro dan Ramayana ketiga toko ini juga berada di sisi jalan pada
umumnya Matahari lebih banyak menjual baju, celana, sepatu dan barang- barang
fashion lainnya dengan harga yang sesuai dengan kualitasnya juga Matahari
sering dipakai untuk acara fashion show anak, remaja, dewasa dll bahan- bahan
untuk kebutuhan rumah juga mudah didapat di Matahari konsep ketiga toko ini
hampir sama bahkan bisa dikatakan sama karena hanya menyewakan tempat untuk
berjualan dan tempatnya pun juga indoor sehingga pengunjung tidak merasa
kepanasan untuk menikmati perjalanannya mengelilingi toko tersebut. Di depan
Mall Malioboro sering sekali ditemui banyak tukang ojek ataupun becak menawari
pengunjung mall biasanya mereka mengenakan kaos berwarna hijau. Ramayana sering
mengadakan diskon besar- besaran ketika mendekati hari- hari besar karena ada
MC yang memandu sehingga banyak pengunjung yang mengetahui keberadaan adanya
diskon itu.
Hotel
dan tempat- tempat penting disini banyak ditemukan seperti Hotel Mutiara yang
berada di sisi kiri jalan tempatnya dilihat dari luar sangat besar juga ada kantor
gubernur, Jalan Malioboro sedikit banyak juga menjadi tempat- tempat penting
memang sudah sewajarnya gedung- gedung
penting banyak orang berlalu lalang karena sebagai jantung kota itu
tetapi banyak kotoran berserakan disana ketika gedung penting seperti itu
dijadikan satu dengan tempat pariwisata, gedung ini akan terkesan hening dan
seperti museum terkesan tidak ada aktivitas didalamnya dan PKL lebih mudah
terlihat secara kasat mata, macet mungkin juga menjadi factor dari digabungnya
tempat kerja seperti DPRD, kantor gubernur dll atau mungkin sebab kemacetan
karena terlalu banyak pengunjung yang datang dengan jalan yang sempit.
Tercampurnya PKL dengan tempat parkir membuat pemandangan semakin tidak
beraturan, tetapi ada juga PKL yang memang diberi ruang utnuk berjualan dan
juga ada polisi yang menjaga disana PPKL Unit 37.
Di
Malioboro juga ada etnis Tionghoa disana tepatnya di jalan ketandan ketika
memasuki gang ini kita menemukan banyak orang- orang bermata sipit, penjual
toko emas dan jual barang- barang elektronik suasana disini hening mereka
beraktivitas tidak seperti di pasar yang kita biasa temui ramai akan obrolan,
tetapi disini mereka sangat cepat membeli barang yang mereka inginkan lebih
kepada cepat untuk memenuhi tujuan mereka tanpa harus banyak omong di jalan
ketandan ini juga ada The Malioboro Heritage yang terpampang di jalan ketandan.
O
kilometer adalah tempat batas dari kawasan Malioboro banyak orang duduk- duduk
di bawah pohon kebanyakan anak muda memilih tempat ini untuk sekedar nongkrong banyak juga hiburan disini,
komunitas- komunitas anak muda juga sering berkumpul di tempat ini ada
komunitas sepatu roda yang biasanya berkumpul di malam hari, peramal dan aksi-
aksi lain yang menyita perhatian pengunjung bahakn yang unik komunitas hantu
komunitas ini para pesertanya menggunakan kostum pocong, kuntilanak, suster
ngesot dengan make- up yang sesuai semakin memiliki daya tarik tersendiri bagi
pengunjung, mereka juga diperbolehkan untuk foto bersama hantu- hantu ini dan
memberikan uang seikhlasnya kepada para hantu dan uang itu akan dibeli untuk
perbaikan wilayah di sekitar mereka mendapatkan uang utnuk saat ini uang yang
didapat untuk membeli tong sampah karena di lingkungan mereka “bekerja” banyak
sampah- sampah yang berserekan para hantu ini adalah pemuda- pemudi yang
berniat utnuk membangun lingkungan sekitar mereka yang menurut mereka salah.
Museum
Vrederbug juga ada disini, untuk masuk disini dikenai biaya Rp 2000,00 museum
ini buka jam 09.00 WIB-16.00 WIB dan hari senin libur ada empat penjaga museum
ini, di atas ad ataman bunga dan cukup sepi taman ini banyak dipilih pasangan
muda- mudi untuk berpacaran karena jarang ada pengunjung dating di tempat ini
dan suasananya memang cukup sepi. Penyewaan sepeda juga disediakan disini.
Museumnya sendiri dibagi menjadi empat diorama,
diorama satu tempat masuk pertama kita disana banyak miniature kecil bangunan
Vrederbug, diorama dua adegan- adegan ketika masa itu dan dibatasi dengan kaca,
kaca itu dibuat cembung agar terlihat efek berbeda di dalam ruangan itu,
diorama tiga pintu kaca membuka sendiri ada suara seperti hampir rusak entah
memang mau rusak atau ada hal lain dengan pintu itu, ruangan yang ber Ac dan
lampu kuning yang cocok nuansanya dengan cerita sejarah yang ada didalamnya,
selain peninggalan sejarah yang ditinggalkan museum ini juga ada permainan game
touchscreen tentang peperangan di lapangan terbang Maguwoharjo, diorama empat
lorong kita diiringi untuk keluar museum. Setelah diorama empat ada Ruang Guest
House tempat untuk beristirahat sejenak bagi pengunjung, ruangan itu dibuat
dengan sederhana dan pelayanannya juga menyenangkan dari pihak penjaga, penjual
mie ayam dan bakso juga ada disini tempatnya berada di seberang Guest House di
pojok.
Permasalahan sampah berceceran juga masih ditemui
disini tepatnya di rerumputan belakang kebanyakan sampah ini sampah tissue.
Komentar
Posting Komentar