SENI RUPA; SETIAP KOTA MEMPUNYAI KARAKTER



Seri Diskusi Biennale di Pasca Sarjana ISI tepatnya di Lab. Multimedia Jumat lalu 21 Agustus 2015 mendatangkan perwakilan Biennale dari beberapa kota; Jawa Timur (Kuss Indarto),Bali (Wahyudi), dan Makassar (Arham Rahman). Masing- masing perwakilan menceritakan mengenai pengalamannya selama di kota tersebut.
Perwakilan dari Jawa Timur, Kuss Indarto menuturkan bahwa masalah yang dihadapi Biennale adalah belum memiliki museum atau tradisi yang kuat untuk diselenggarakannya pameran seni rupa, meskipun Jawa Timur memiliki banyak seniman rupa beserta kolektor yang cukup banyak tetapi hal itu tetap saja nihil karena tidak ada dana untuk menunjang adanya museum seni rupa di Jawa Timur. Kita tahu Jember Custom Festival acara music yang cukup besar di Jawa Timur sehingga mengakibatkan kekurangan hotel ketika kota Jember menjadi tuan rumah dalam acara music itu. Melihat hal itu, yang perlu disadari adalah Jawa Timur pada dasarnya memiliki potensi seni yang cukup besar tetapi tidak adanya biaya dari daerah. Seperti halnya, Biennale Jawa Timur di awal pertama kali Biennale datang di Jawa Timur menggunakan nama Biennale Surabaya dana yang diberikan yakni dana local ketika diubah nama menjadi Biennale Jawa Timur dana menjadi lebih besar karena dana berasal dari provinsi sehingga sampai sekarang menggunakan nama Biennale Jawa Timur.
Beralih ke Biennale Bali yang diwakili oleh Wahyudi, Bali memang sudah terkenal dengan eksotisnya pulau yang dimilikinya dan keindahan lainnya yang dimiliki Bali seperti yang kita ketahui sekarang banyak turis manca ataupun local memilih waktu berliburnya di Bali. Bali sudah terkenal di dunia bahkan banyak orang manca Negara mengira bahwa Bali berbeda pulau dengan Indonesia padahal Bali adalah begian dari Indonesia. Seni rupa sendiri merupakan salah satu ikhtiar untuk memaniskan citra Bali, hal yang mudah Biennale masuk di Bali karena orang sudah tahu bagaimana Bali apapun hal yang baru di Bali seperti hal yang wajar semua mengagumi Bali. Ada dua kegiatan pre summit event yang mana curator akan diseleksi sebab modal social yang besar di Bali mengakibatkan banyak orang beramai- ramai ingin ikut terkenal pula dengan mengikuti seleksi curator dan di penghujung tahun 2005 summit event curator memilih seniman Putu Wirata Dwikora. Biennale Bali memetakan menjadi 8 sub tema  dan hanya disebutkan beberapa saja oleh Wahyudi diantaranya sub peziarah dimana seniman luar negeri tinggal berkarya di Bali, sub Gema dan sub Wacana pameran seni rupa ini dilaksanakan saat liburan, karena banyak yang mengunjungi pameran seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa Bali adalah tempat berlibur yang banyak dipilih oleh siapa saja. Suatu ketika Astra Otopard menyumbang dana sebesar 2 miliar kepada Biennale Bali namun sayangnya tidak ada hitam di atas putih untuk diadakannya pameran berapa kali dengan donasi sebesar 2 miliar tersebut.
Makassar juga mempunyai karakter tersendiri tentang seni rupanya ada dua dikotomi yang menyulitkan Biennale akan berada di posisi mana, dua dikotomi ini yakni seniman amatir dan seniman akademis mulanya Biennale ingin memiliki posisi netral di Makassar karena ke dua kelompok tersebut tidak bisa disatukan dan bersikeras terhadap pemikirannya masing- masing, mereka berlawanan tapi tetap harmonis pada satu tujuan yaitu seni. Di Makassar tidak ada catalog, foto, arsip dll sebagai bukti bahwa ada kehidupan seni di kota tersebut, ditambah kampus di Makassar tidak ada jurusan seni murni hanya ada pendidikan seni sehingga generasi seniman di Makassar mengarahnya bukan seniman murni tetapi bakal calon guru. Suatu waktu Arman Rahman bersama tim menemui lukisan dinding tertua di dunia hal tersebut menjadi tonggak sejarah adanya seni rupa baik di Indonesia maupun di kota Makassar itu sendiri.

Komentar

Postingan Populer